Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024: Penyesuaian Ketentuan Jatuh Tempo Pembayaran Pajak dalam Implementasi Sistem Administrasi Perpajakan yang Baru
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia merupakan langkah signifikan dalam pembaruan sistem administrasi perpajakan. Peraturan ini mengatur ketentuan perpajakan terkait pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP), yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam sistem perpajakan Indonesia.
PMK Nomor 81 Tahun 2024 terdiri dari 484 pasal yang mencakup tujuh ruang lingkup utama yang sangat penting untuk memastikan kelancaran proses administrasi pajak di tanah air. Salah satu perubahan utama yang tercantum dalam PMK ini adalah perubahan ketentuan mengenai jatuh tempo penyetoran pajak, yang berdampak pada berbagai jenis pajak yang selama ini diatur secara ketat oleh otoritas pajak.
Dalam PMK ini, salah satu perubahan mencolok adalah terkait dengan ketentuan jatuh tempo penyetoran pajak. Sebelumnya, untuk berbagai jenis pajak yang terutang, kewajiban pembayaran dan penyetoran pajak harus dilakukan paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Namun, dengan adanya perubahan yang diatur dalam Pasal 94, jatuh tempo pembayaran pajak kini mengalami pergeseran menjadi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Hal ini memberikan waktu tambahan bagi wajib pajak untuk menyelesaikan kewajiban perpajakannya, yang bisa meringankan beban administrasi dan meningkatkan kepatuhan.
Namun, perlu dicatat bahwa perubahan ini akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2025, artinya sejak tanggal tersebut, wajib pajak yang terlibat dengan jenis pajak yang diatur dalam PMK ini akan merasakan perubahan ini. Selain itu, peraturan ini juga secara tegas mencabut 42 regulasi sebelumnya, yang menunjukkan adanya upaya besar dalam merapikan dan menyempurnakan berbagai aturan pajak yang ada.
Perubahan jatuh tempo ini berlaku untuk berbagai jenis pajak, yang meliputi:
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2)
Pajak ini terkait dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha tertentu.
PPh Pasal 15
Mengenai pajak atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak luar negeri.
PPh Pasal 21
Pajak ini dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh individu, seperti gaji, honorarium, dan sejenisnya.
PPh Pasal 22
Pajak ini dikenakan atas transaksi perdagangan tertentu, seperti impor barang.
PPh Pasal 23
Pajak ini dikenakan atas pembayaran kepada pihak luar negeri yang tidak berbentuk gaji.
PPh Pasal 25
Berkaitan dengan angsuran pajak penghasilan yang dibayar secara berkala.
PPh Pasal 26
Berkaitan dengan pajak yang dikenakan kepada wajib pajak luar negeri atas penghasilan yang diterima di Indonesia.
PPh atas Minyak Bumi dan Gas Bumi
Ini berkaitan dengan pajak yang dikenakan pada kegiatan usaha di sektor hulu migas.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Barang dan Jasa dari Luar Daerah Pabean
Pajak ini terkait dengan barang dan jasa yang diimpor atau yang berasal dari luar Indonesia.
PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri
Pajak yang dikenakan pada kegiatan membangun sendiri, seperti pembangunan gedung oleh pihak ketiga.
Bea Meterai
Pajak yang dikenakan pada dokumen-dokumen tertentu yang memiliki nilai legal.
Pajak Penjualan
Pajak yang dikenakan pada transaksi penjualan barang tertentu.
Pajak Karbon
Pajak ini dikenakan pada aktivitas yang berpotensi menghasilkan emisi karbon, sebagai bagian dari kebijakan lingkungan.
Meski ada perubahan besar pada jatuh tempo pembayaran pajak, ada beberapa jenis pajak yang tetap memiliki ketentuan khusus terkait penyetoran dan pembayaran. Di antaranya:
PPh Pasal 22 dan PPN atas impor yang dilakukan oleh importir wajib dilunasi bersamaan dengan pembayaran bea masuk. Dalam hal bea masuk ditunda atau dibebaskan, pajak tersebut harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.
Pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) harus disetor dalam waktu 1 hari kerja setelah pemungutan dilakukan.
Pemerintah dalam PMK Nomor 81 Tahun 2024 juga menyampaikan beberapa pertimbangan penting yang menjadi dasar perubahan kebijakan ini. Salah satunya adalah kebutuhan untuk melakukan pembaruan sistem administrasi perpajakan yang lebih transparan, efektif, efisien, akuntabel, dan fleksibel. Pembaruan ini diharapkan dapat mengatasi tantangan dalam pengelolaan pajak dan mendukung perekonomian nasional.
Pemerintah berkomitmen untuk menciptakan peraturan perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum, sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak yang pada gilirannya mendukung kelangsungan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan memperkenalkan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) yang terintegrasi, diharapkan terjadi perbaikan dalam hal efisiensi administrasi, serta meminimalisir praktik-praktik yang tidak transparan.
Secara keseluruhan, PMK Nomor 81 Tahun 2024 adalah upaya pemerintah untuk memperbarui dan menyempurnakan sistem perpajakan Indonesia. Salah satu dampak langsung dari perubahan ini adalah peningkatan waktu yang diberikan kepada wajib pajak untuk menyelesaikan kewajiban perpajakan mereka, serta penataan ulang regulasi pajak yang bertujuan untuk mempermudah administrasi dan meningkatkan kepatuhan pajak. Diharapkan, dengan penerapan sistem yang lebih modern dan fleksibel, Indonesia dapat mencapai tingkat penerimaan pajak yang lebih optimal, mendukung pembangunan ekonomi, dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan efisien.
2025-06-16 15:39:49
2025-06-11 16:29:51
2025-06-06 06:40:08
Copyright @ 2022 PT Admin Pajak Teknologi All rights reserved