Kewajiban Pelaporan SPT Tahunan dan Risiko bagi Wajib Pajak yang Tidak Melaporkannya
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang mengatur tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), setiap individu atau badan yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) diwajibkan untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Kewajiban ini penting, karena ada sejumlah risiko yang bisa dihadapi oleh Wajib Pajak yang tidak melaporkan SPT Tahunan mereka.
Direktur P2Humas DJP, dalam beberapa kesempatan, telah merinci tiga jenis risiko yang dapat dikenakan kepada Wajib Pajak yang gagal untuk melaporkan SPT Tahunan mereka tepat waktu, yaitu:
Denda Administrasi Berdasarkan ketentuan dalam UU KUP, Wajib Pajak yang terlambat atau tidak melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi akan dikenakan denda administrasi sebesar Rp100.000. Sementara itu, bagi Wajib Pajak badan, denda yang dikenakan adalah sebesar Rp1 juta.
Penerimaan Surat Teguran DJP memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti ketidakpatuhan Wajib Pajak dengan cara mengeluarkan Surat Teguran sebagai langkah awal. Surat ini berfungsi sebagai peringatan agar Wajib Pajak segera melaporkan SPT Tahunan yang belum disampaikan.
Ancaman Hukuman Penjara Pasal 39 ayat (1) huruf c UU KUP menyebutkan bahwa Wajib Pajak yang sengaja tidak melaporkan SPT Tahunan dengan tujuan untuk menghindari kewajiban pajak dan merugikan pendapatan negara, bisa dikenai pidana penjara. Namun, ancaman hukuman ini hanya diberlakukan sebagai langkah terakhir apabila terbukti ada tindakan pidana yang dapat merugikan negara.
Selain risiko yang sudah disebutkan, ada juga beberapa keadaan di mana SPT Tahunan dapat dianggap tidak disampaikan, antara lain:
SPT Tahunan tidak memiliki tanda tangan dari Wajib Pajak.
SPT Tahunan tidak dilengkapi dengan dokumen pendukung yang diperlukan.
SPT Tahunan yang menunjukkan lebih bayar namun disampaikan setelah lebih dari tiga tahun dari berakhirnya masa pajak atau tahun pajak tersebut.
SPT Tahunan disampaikan setelah DJP melakukan pemeriksaan atau menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP), atau memberikan bukti permulaan yang jelas.
Keempat kondisi tersebut diatur secara lebih rinci dalam Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 243 Tahun 2014, yang kemudian diperbarui dengan PMK Nomor 18 Tahun 2021. Aturan ini merupakan bagian dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di bidang perpajakan, yang mencakup pajak penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
2025-06-16 15:39:49
2025-06-11 16:29:51
2025-06-06 06:40:08
Copyright @ 2022 PT Admin Pajak Teknologi All rights reserved