Artikel Detail

Transformasi Korea Selatan Menuju Negara Maju Lewat Reformasi Pajak

Belajar dari Korea Selatan: Reformasi Pajak sebagai Kunci Transformasi Ekonomi


Sebelum menjadi negara maju seperti sekarang, Korea Selatan pernah mengalami tantangan besar yang mirip dengan yang dihadapi Indonesia: kemiskinan, ketergantungan pada bantuan luar negeri, serta lemahnya sektor industri. Namun, alih-alih terjebak dalam kondisi itu, Korea Selatan berhasil melakukan transformasi besar-besaran yang akhirnya membuat mereka diakui sebagai negara maju pada 2 Juli 2021.


Salah satu pendorong penting dari perubahan ini adalah kebijakan reformasi perpajakan yang terus berkembang dari dekade ke dekade. Walaupun bukan satu-satunya faktor, reformasi pajak terbukti menjadi komponen vital dalam membangun fondasi ekonomi yang kuat dan berkelanjutan.


Artikel ini mengulas perjalanan reformasi perpajakan Korea Selatan dari tahun 1960-an hingga 1990-an, sebagai referensi penting bagi negara berkembang dalam menata sistem fiskalnya.




Era 1960-an: Membangun Pondasi Sistem Pajak Modern


Pasca kudeta militer tahun 1961, pemerintah Korea Selatan mulai merombak sistem pajaknya. Langkah awal adalah penyederhanaan struktur pajak, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi administrasi serta menekan praktik penghindaran pajak.


Pada 1966, didirikanlah Layanan Pajak Nasional (National Tax Service/NTS) sebagai institusi yang menangani urusan perpajakan secara lebih profesional. Tak lama kemudian, pada 1967, pemerintah memberikan berbagai insentif fiskal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan memperkenalkan sistem pajak penghasilan global. Pajak warisan pun dinaikkan secara signifikan, dari 30% menjadi 70%, guna menciptakan keadilan yang lebih merata.




Era 1970-an: Pajak sebagai Pendorong Ekspor dan Teknologi


Masuk ke dekade 1970-an, fokus reformasi bergeser ke penguatan sektor ekspor dan teknologi. Pemerintah mulai menerapkan sistem pajak yang lebih progresif — pajak orang kaya dinaikkan, sementara kelompok berpenghasilan rendah mendapatkan keringanan.


Tahun 1976 menjadi titik penting dengan diperkenalkannya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Cukai Khusus. Tujuannya adalah menyederhanakan struktur pajak, menstabilkan ekonomi, dan memperluas basis penerimaan negara. Beberapa jenis pajak daerah dikonversi menjadi pajak nasional, dan sebaliknya, demi penyelarasan fiskal di berbagai level pemerintahan.




Era 1980-an: Fokus pada Stabilitas dan Keadilan


Meskipun tidak terjadi perubahan besar dalam dekade ini, reformasi tetap berjalan di balik layar. Pemerintah menyadari bahwa terlalu banyak insentif fiskal justru bisa membuat sistem menjadi tidak efisien. Oleh karena itu, langkah penyederhanaan kembali ditempuh.


Isu spekulasi tanah juga menjadi perhatian utama. Untuk mengatasi ketimpangan yang diakibatkannya, pemerintah memperkenalkan pajak tanah global dan menaikkan tarif pajak atas kepemilikan tanah berlebihan. Gagasan bahwa tanah adalah aset publik pun mulai diperkenalkan melalui kebijakan fiskal.




Era 1990-an: Menanggapi Krisis dan Menyesuaikan Sistem


Menjelang dan selama krisis keuangan Asia, Korea Selatan melakukan revisi besar terhadap sistem perpajakannya. Tahun 1994 dan 1995 menjadi periode penting di mana struktur pajak disederhanakan, tarif diturunkan, dan cakupan penerapan pajak diperluas.


Salah satu perubahan paling signifikan adalah integrasi pendapatan bunga dan dividen ke dalam sistem pajak penghasilan global yang berlaku mulai 1996. Sistem penilaian mandiri juga mulai diberlakukan untuk pajak pribadi, walaupun masih membutuhkan pengawasan pemerintah dalam praktiknya.


Pajak penghasilan korporasi turut disesuaikan. Perusahaan dengan pendapatan di atas 100 juta won per tahun mendapatkan pemotongan tarif dari 32% menjadi 30%, dan kemudian turun lagi menjadi 28% di reformasi lanjutan.




Dampak Positif Reformasi Pajak


Transformasi sistem perpajakan Korea Selatan membawa dampak besar terhadap perekonomian, yang bisa dirangkum dalam tiga poin utama:


  1. Meningkatkan Daya Tarik Investasi
    Pajak yang lebih rendah dan sistem yang transparan menjadikan Korea Selatan lebih menarik bagi investor, baik domestik maupun internasional.

  2. Mendorong Inovasi dan Teknologi
    Insentif pajak untuk riset dan pengembangan (R&D) memberi dorongan besar bagi sektor teknologi untuk tumbuh dan bersaing di pasar global.

  3. Menjaga Keseimbangan Fiskal dan Daya Saing Global
    Dengan sistem pajak yang tertata, Korea Selatan bisa mengelola anggaran negara secara efektif dan mendanai pembangunan infrastruktur serta layanan publik.




Penutup: Pelajaran untuk Negara Berkembang


Kini, Korea Selatan dikenal sebagai pusat industri kreatif dan teknologi, dari K-Pop hingga manufaktur canggih. Meskipun reformasi pajak bukan satu-satunya kunci keberhasilan, peranannya tidak bisa diabaikan dalam membentuk ekosistem ekonomi yang sehat dan kompetitif.


Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, bisa mengambil inspirasi dari langkah Korea Selatan. Penyederhanaan sistem pajak, pemberian insentif untuk inovasi, serta penguatan kapasitas administrasi pajak adalah elemen penting menuju kestabilan fiskal dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.