Pemerintah kembali memberikan kemudahan kepada pelaku usaha dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, terutama terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 164 Tahun 2023. Regulasi ini mengatur tata cara pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) untuk Wajib Pajak dengan omzet tertentu serta pengaturan baru mengenai kewajiban pelaporan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Salah satu poin penting dalam PMK tersebut adalah perubahan tenggat waktu pengukuhan sebagai PKP. Jika sebelumnya pelaku usaha wajib mengukuhkan diri paling lambat akhir bulan setelah omzetnya melampaui batas pengusaha kecil, kini mereka diberi kelonggaran hingga akhir tahun buku berjalan.
Contohnya, jika PT A memiliki tahun buku Januari–Desember dan mulai beroperasi sejak 4 Januari 2024, lalu pada 6 Juni 2024 omzetnya melebihi Rp4,8 miliar, maka berdasarkan aturan lama (PMK 197/PMK.03/2013), PT A harus sudah menjadi PKP paling lambat akhir Juli 2024. Namun dengan ketentuan baru, batas waktunya diperpanjang hingga 31 Desember 2024. Bahkan, PT A bisa memilih sendiri tanggal pengukuhan sebagai PKP, misalnya 1 Oktober 2024, asalkan proses pendaftarannya tidak melewati batas akhir tahun buku tersebut.
Kebijakan ini dinilai menguntungkan baik bagi Wajib Pajak maupun aparat pajak. Dari sisi pelaku usaha, perpanjangan waktu ini memungkinkan persiapan yang lebih matang untuk memenuhi kewajiban pemungutan PPN, termasuk penyesuaian sistem, pelatihan sumber daya manusia, dan strategi bisnis. Sedangkan bagi fiskus, ada tambahan waktu untuk melakukan pembinaan dan edukasi kepada para pelaku usaha yang akan beralih status menjadi PKP.
Namun demikian, pemberlakuan PMK 164/2023 juga menyimpan potensi risiko. Salah satunya, jika omzet melebihi Rp4,8 miliar baru terjadi di akhir tahun, pelaku usaha hanya memiliki waktu sangat terbatas untuk mendaftar sebagai PKP, yang bisa menyebabkan keterlambatan dan risiko sanksi, seperti Surat Tagihan Pajak (STP) sesuai Pasal 14 ayat 4. Untuk mengantisipasi hal ini, peran aktif petugas pajak dalam memantau omzet Wajib Pajak yang mendekati ambang batas sangat diperlukan.
Selain itu, ada potensi penyalahgunaan aturan oleh pihak-pihak yang ingin menghindari kewajiban sebagai PKP. Misalnya, dengan cara membubarkan usaha yang telah melampaui batas omzet dan mendirikan entitas baru untuk menghindari pengenaan PPN. Di bawah aturan sebelumnya, otoritas pajak bisa tetap menagih PPN atas omzet yang melebihi batas. Namun kini, dengan adanya relaksasi waktu pengukuhan, potensi kehilangan penerimaan negara menjadi lebih besar. Celah ini juga dapat menciptakan persaingan usaha yang tidak adil.
Untuk itu, Direktorat Jenderal Pajak dituntut untuk melakukan pengawasan yang ketat atas pelaksanaan PMK ini. Pengawasan yang efektif dan konsisten diperlukan agar celah penyalahgunaan tidak dimanfaatkan. Selain itu, evaluasi berkala atas implementasi aturan ini juga perlu dilakukan untuk melihat dampaknya terhadap pelaku usaha dan penerimaan negara secara keseluruhan, guna penyempurnaan regulasi di masa mendatang.
2025-07-16 19:31:15
2025-07-14 16:46:37
2025-07-11 16:52:21
2025-07-09 16:38:00
2025-07-07 16:27:19
Copyright @ 2022 PT Admin Pajak Teknologi All rights reserved